HUKUM
PERDATA
A. ISTILAH DAN PENGERTIAN HUKUM PERDATA
Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh
Prof. Djojodiguno sebagai teremahan dariburgerlijkrecht pada masa penduduka jepang. Di samping istilah itu,
sinonim hukum perdata adalah civielrechtdan privatrecht.
Para ahli memberikan batasan hukum perdata, seperti
berikut. Van Dunne mengartikan hukum perdata, khususnya pada abad ke -19
adalah:
“suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang
sangat ecensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak
milik dan perikatan. Sedangkan hukum public memberikan jaminan yang minimal
bagi kehidupan pribadi”
Pendapat lain yaitu Vollmar, dia mengartikan hukum
perdata adalah:
“aturan-aturan
atau norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan
perlindungan pada kepentingan prseorangan dalam perbandingan yang tepat antara
kepentingan yang satu dengna kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu
masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu
lintas”
Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa pengertian hukum perdata yang dipaparkan para
ahli di atas, kajian utamnya pada pengaturan tentang perlindungan antara orang
yang satu degan orang lain, akan tetapi di dalam ilmu hukum subyek hukum bukan
hanya orang tetapi badan hukum juga termasuk subyek hukum, jadi untuk
pengertian yang lebih sempurna yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum(baik
tertulis maupun tidak tertulis) yang mengatur hubungan antara subjek hukum satu
dengan yang lain dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan
kemasyarakatan.
Di
dalam hukum perdata terdapat 2 kaidah, yaitu:
1. Kaidah tertulis
Kaidah hukum perdata
tertulis adalah kaidah-kaidah hukum perdata yang terdapat di dalam peraturan
perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.
2. Kaidah tidak tertulis
Kaidah hukum perdata
tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum perdata yang timbul, tumbuh, dan
berkembang dalam praktek kehidupan masyarakat (kebiasaan)
Subjek hukum
dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
1. Manusia
Manusia sama dengan
orang karena manusia mempunyai hak-hak subjektif dan kewenangan hukum.
2. Badan hukum
Badan hukum adalah
kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan, serta hak
dan kewajiban.
Subtansi yang diatur
dalam hukum perdata antara lain:
1. Hubungan keluarga
Dalam hubungan
keluarga akan menimbulkan hukum tentang orang dan hukum keluarga.
2. Pergaulan masyarakat
Dalam hubungan
pergaulan masyarakat akan menimbulakan hukum harta kekayaan, hukum perikatan,
dan hukum waris.
Dari berbagai paparan tentang hukum perdata di atas, dapat di temukan
unsur-unsurnya yaitu:
1. Adanya kaidah hukum
2. Mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan yang
lain.
3. Bidang hukum yang diatur dalam hukum perdata meliputi
hukum orang, hukum keluarga, hukum benda, hukum waris, hukum perikatan, serta
hukum pembuktia dan kadaluarsa.[1]
B. HUKUM PERDATA MATERIIL DI INDONESIA
Hukum perdata yang
berlaku di Indonesi beranekaragam, artinya bahwa hukum perdata yang berlaku itu
terdiri dari berbagai macam ketentuan hukum,di mana setiap penduduk itu tunduk
pada hukumya sendiri, ada yang tunduk dengan hukum adat, hukum islam , dan hukum
perdata barat. Adapun penyebab adanya pluralism hukum di Indonesia ini adalah
1. Politik Hindia Belanda
Pada pemerintahan
Hindia Belanda penduduknya di bagi menjadi 3 golongan:
a. Golongan Eropa dan dipersamakan dengan itu
b. Golongan timur asing. Timur asing dibagi menjadi Timur
Asing Tionghoa dan bukan Tionghoa, Seperti Arab, Pakistan. Di berlakukan hukum
perdata Eropa, sedangkan yang bukan Tionghoa di berlakukan hukum adat.
c. Bumiputra,yaitu orang Indonesia asli. Diberlakukan hukum
adat.
Konsekuensi logis
dari pembagian golongan di atas ialah timbulnya perbedaan system hukum yang
diberlakukan kepada mereka.
2. Belum adanya ketentuan hukum perdata yang berlaku
secara nasional.
C. SUMBER HUKUM PERDATA TERTULIS
Pada dasarnya sumber
hukum dapat dibedakan menjadi 2 macam:
1. Sumber hukum materiil
Sumber hukum materiil
adalah tempat dari mana materi hukum itu diambil. Misalnya hubungan
social,kekuatan politik, hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional,
dan keadaan georafis.
2. Sumber hukum formal
Sumber hukum formal
merupakan tempat memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau
cara yang menyebabkan peraturan hukum formal itu berlaku.
Volamar membagi sumber hukum perdata menjadi empat mecam. Yaitu KUHperdata
,traktat, yaurisprudensi, dan kebiasaan. Dari keempat sumber tersebut dibagi
lagi menjadi dua macam, yaitu sumber hukum perdata tertulis dan tidak tertulis.
Yang di maksud dengan sumber hukum perdata tertulis yaitu tempat ditemukannya
kaidah-kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya kaidah
hukum perdata tertulis terdapat di dalam peraturan perundang-undanang, traktat,
dan yurisprudensi. Sumber hukum perdata tidak tertulis adalah tempat
ditemukannya kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tidak tertulis.
Seperti terdapat dalam hukum kebiasaan.
Yang
menjadi sumber perdata tertulis yaitu:
1. AB (algemene bepalingen van Wetgeving) ketentuan
umum permerintah Hindia Belanda
2. KUHPerdata (BW)
3. KUH dagang
4. UU No 1 Tahun 1974
5. UU No 5 Tahun 1960 Tentang Agraria.
Yang
dimaksud dengan traktat adalah suatu perjanjian yang dibuat antara dua Negara
atau lebih dalam bidang keperdataan. Trutama erat kaitannya dengan perjanjian
internasioanl. Contohnya, perjanjian bagi hasil yang dibuat antara pemerintah
Indonesia denang PT Freeport Indonesia.
Yurisprudensi
atau putusan pengadilan meruapakan produk yudikatif, yang berisi kaidah atau
peraturan hukum yang mengikat pidahk-pihak yang berperkara terutama dalam
perkara perdata. Contohnya H.R 1919 tentang pengertian perbuatan melawan hukum
. dengna adanya putsan tersebut maka pengertian melawan hukum tidak menganut
arti luas. Tetapi sempit. Putusan tersebut di jadikan pedoman oleh para hakim
di Indonesia dalam memutskan sengketa perbutan melawan hukum.
PENGERTIAN HUKUM
PERJANJIAN
Perjanjian adalah suatu perbuatan
di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau
lebih.Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena
menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal
dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik
dikedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk
itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan
dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.
Menurut Pasal 1320 KUHPerdata
perjanjian harus memenuhi 4 syarat agar dapat memiliki kekuatan hukum dan
mengikat para pihak yang membuatnya. Hal tersebut adalah:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan
dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya
perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian
yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh
disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan.
Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu
pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu
perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya
manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi
ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk
membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka
yang berada dibawah pengampunan.
3. Mengenai suatu hal tertentu
Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal
tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek
perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu,
jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai
haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.
4. Suatu sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta
perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi,
dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai
orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat
ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat
ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian
dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut
batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya
suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan
dapat dijalankan.
Asas-asas perjanjian
Asas-asas perjanjian diatur
dalam KUHPerdata, yang sedikitnya terdapat 5 asas yang perlu mendapat perhatian
dalam membuat perjanjian: asas kebebasan berkontrak (freedom
of contract), asas konsensualisme (concsensualism),
asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad
baik (good faith) dan asas kepribadian (personality).
1. Asas Kebebasan
Berkontrak (freedom of contract)
Setiap orang dapat secara bebas membuat perjanjian
selama memenuhi syarat sahnya perjanjian dan tidak melanggar hukum, kesusilaan,
serta ketertiban umum. Menurut Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, “Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.” “Semua perjanjian…” berarti perjanjian apapun,
diantara siapapun. Tapi kebebasan itu tetap ada batasnya, yaitu selama
kebebasan itu tetap berada di dalam batas-batas persyaratannya, serta tidak
melanggar hukum (undang-undang), kesusilaan (pornografi, pornoaksi) dan ketertiban
umum (misalnya perjanjian membuat provokasi kerusuhan).
2. Asas Kepastian Hukum
(Pacta Sunt Servanda)
Jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan perjanjian,
misalnya salah satu pihak ingkar janji (wanprestasi), maka hakim dengan
keputusannya dapat memaksa agar pihak yang melanggar itu melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai perjanjian – bahkan hakim dapat memerintahkan pihak yang
lain membayar ganti rugi. Putusan pengadilan itu merupakan jaminan bahwa hak
dan kewajiban para pihak dalam perjanjian memiliki kepastian hukum – secara
pasti memiliki perlindungan hukum.
3. Asas Konsensualisme (concensualism)
Asas konsensualisme berarti kesepakatan (consensus),
yaitu pada dasarnya perjanjian sudah lahir sejak detik tercapainya kata
sepakat. Perjanjian telah mengikat begitu kata sepakat dinyatakan dan
diucapkan, sehingga sebenarnya tidak perlu lagi formalitas tertentu.
Pengecualian terhadap prinsip ini adalah dalam hal undang-undang memberikan
syarat formalitas tertentu terhadap suatu perjanjian, misalkan syarat harus
tertulis – contoh, jual beli tanah merupakan kesepakatan yang harus dibuat
secara tertulis dengan akta otentik Notaris.
4. Asas Itikad Baik (good
faith/tegoeder trouw)
Itikad baik berarti keadaan batin para pihak dalam
membuat dan melaksanakan perjanjian harus jujur, terbuka, dan saling percaya.
Keadaan batin para pihak itu tidak boleh dicemari oleh maksud-maksud untuk
melakukan tipu daya atau menutup-nutupi keadaan sebenarnya.
5. Asas Kepribadian (personality)
Asas kepribadian berarti isi perjanjian hanya mengikat
para pihak secara personal – tidak mengikat pihak-pihak lain yang tidak
memberikan kesepakatannya. Seseorang hanya dapat mewakili dirinya sendiri dan
tidak dapat mewakili orang lain dalam membuat perjanjian. Perjanjian yang
dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.
Berakhirnya perjanjian
1. Sesuai dengan ketentuan
perjanjian itu sendiri
2. Atas persetujuan kemudian yang
dituangkan dalam perjanjiantersendiri.
3. Akibat peristiwa-peristiwa
tertentu yaitu tidak dilaksanakannya perjanjian, perubahan kendaraan yang bersifat mendasar pada negara anggota, timbulnya
norma hukum internasional yang baru, perang.
Kesimpulan
Dari apa yang di terangkan diatas dapat kita lihat
bahwa perikatan adalah suatu pengertian abstrak, sedangkan perjanjian adalah
suatu hal yang kongkrit atau suatu peristiwa. Perikatan yang lahir dari
perjanjian memang di kehendaki oleh dua orang pihak yang membuat suatu
perjanjian yang mereka buat merupakan undang-undang bagi mereka untuk
dilaksanakan.
PENGERTIAN HUKUM DAGANG
PENGERTIAN
HUKUM DAGANG, Hukum dagang ialah
hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk
memperoleh keuntungan . atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia
dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan
Hukum
Dagang ialah
aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lainnya,
khusunya dalam perniagaan. Hukum dagang adalah hukum perdata khusus. Pada
mulanya kaidah hukum yang kita kenal sebagi hukum dagang saat ini mulai muncul
dikalangan kaum pedagang sekitar abad ke-17. Kaidah-kaidah hukum tersebut
sebenarnya merupakan kebiasaan diantara mereka yang muncul dalam pergaulan di
bidang perdagangan. Ada beberapa hal yang diatur dalam KUH Perdata diatur juga
dalam KUHD. Jika demikian adanya, ketenutan-ketentuan dalam KUHD itulah yang
akan berlaku. KUH Perdata merupakan lex generalis(hukum umum), sedangkan KUHD
merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut
berlaku adagium lex specialis derogat lex generalis (hukum khusus menghapus
hukum umum).
Hukum Dagang Indonesia
terutama bersumber pada :
1. Hukum tertulis yang dikofifikasikan :
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van
Koophandel Indonesia (W.v.K)
b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek
Indonesia (BW)
2. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan
khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan
(C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian.
Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seirinbg
berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi(mengumpulkan) aturan-aturan
hukumnya sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang
sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata ( KUHPer ).
.Contoh Kasus Hukum Dagang
Mungkin tak banyak yang menyadari bahwa kedua merek tersebut sebenarnya berasal dari perusahaan yang berbeda. Produk Mie Sedaap yang pertama, dibawahi oleh perusahaan WINGSFOOD merupakan produk dengan merek “Mie Sedaap” yang lebih dahulu muncul. Sedangkan pesaingnya, yaitu Mi Sedaaap atau lebih tepatnya Supermi Sedaaap (Merek Tiruan), adalah Merek yang kedua, yang diproduksi oleh INDOFOOD. Jika di pasaran, konsumen yang kurang teliti akan menganggap kedua produk tersebut sama karena sebenarnya kata-kata “sedap” lah yang biasa didengar dan muncul di benak konsumen. Oleh karena itu saat mereka melihat tulisan “sedap” yang tertera di kemasan, tanpa sempat memperhatikan jumlah huruf “a”nya, mereka langsung membeli produk tersebut. Beberapa konsumen menganggap ”Mie Sedaap” dan ”Supermi Sedaaap” adalah satu produsen, apalagi Supermi bisa dikatakan sebagai induk dari semua mi instant di Indonesia, jadi bukan suatu hal yang mustahil jika masyarakat akhirnya lebih memilih ”Supermi” yang lebih punya nama dibandingkan dengan ”Mie Sedaap” yang asli. Hal ini tentunya sangat merugikan WINGSFOOD karena adanya persamaan pada pokoknya tersebut dapat berdampak pada merosotnya omzet penjualan produk “Mie Sedaap” itu sendiri. Selain itu, juga merugikan konsumen yang memang menggemari “Mie Sedaap” karena mereka merasa tertipu apabila mereka salah membeli produk hanya karena tidak memperhatikan jumlah huruf “a” pada Merek. Menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, pada kasus ini pemilik merek dagang “Mie Sedaap” yang pertama bisa menuntut prusahaan Supermi atas produk yang dianggap meniru produk dagangnya. Dalam kasus ini, Supermi Sedaaap melanggar hak milik industri terkait dengan merek produk, desain tulisan, atau kemasan yang sama atau hampir sama. Hak milik industri ini berlaku selama 10 tahun, jika setelah jangka waktu tersebut produsen, dalam hal ini WINGSFOOD, tidak mendaftarkan lagi produk dagangnya, maka perusahaan lain baru bisa mengambil alih penggunaan Merek dagang tersebut.
Duduk Perkara :
· Produk Mie Sedap dibawahi oleh perusaan WINGFOOD merupakan produk yang lebih dahulu muncul yakni pada tahun 2003, sedangkan produk Supermi Sedaaaap di bawah perusahaan INDOFOOD muncul sebagai pesaing dengan merek yang hampir serupa.
· PT WINGS FOOD menuntut PT INDOFOOD atas dasar ketentuan yang terdapat dalam pasal 6 ayat (1) undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang merek.
Analisis Kasus
Kemiripan suatu merek produk bukan hal yang sulit kita jumpai sehari-hari. Banyak sekali merek-merek memiliki kesamaan bentuk, warna, ciri dan sebagainya. Tentunya kemiripan merek tersebut bukanlah tanpa alasan. Motif atau tujuan kemiripan merek biasanya karena dengan membentuk merek yang mirip dengan suatu merek yang terkenal yang banyak dipilih masyarakat akan mendompleng jumlah penjualan produk apakah hal ini dapat dibenarkan dalam hukum, pertanyaan tersebut akan terjawab dengan melihat contoh kasus kemiripan merek. Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 dikenal adanya sistem perlindungan terhadap merek yaitu sistem konstitutif, artinya adalah perlindungan hak atas merek diberikan hanya berdasarkan adanya pendaftaran sistem ini dikenal juga dengan istilah first to file system yang artinya perlindungan diberikan kepada siapa yang mendaftar lebih dulu. Pemohon sesudahnya yang mengajukan merek yang sama atau mirip tidak akan mendapat perlindungan hukum. Terkait kemiripan merek dalam Undang-Undang Nomor I5 Tahun 2001 telah pula diatur ketentuan merek sedemikian rupa dalam pemeriksaan pendaftaran merek ntuk mencegah hal tersebut terjadi, namun pada praktiknya masih sering timbul beberapa masalah dalam pemeriksaan merek yang menyebabkan adanya kesamaan atau kemiripan merek. Pasal, 6 ayat 1 huruf (a) menyebutkan bahwa permohonan merek harus ditolak oleh Direktorat Jendral Hak atas Kekayaan Intelektual (DITJEN HAKI), apabila merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek pihak lain yang sudah terdaftar lebih dulu untuk barang dan atau jasa sejenis. Pasal 6 ayat 1 huruf (a) tersebut sedemikian jelas telah mengatur perlindungan hukum bagi pemegang hak atas merek.
Selanjutnya dalam menentukan ada tidaknya suatu persamaan dalam merek dapat dilakukan melalui pendekatan teori. Berikut ini adalah beberapa teori mengenai persamaan merek dianggap sama dan tidak sama, yaitu;
A. Terdapat persamaan keseluruhan elemen
Persamaan keseluruhan elemen adalah standar untuk menentukan adanya persamaan dalam hal ini merek yang diminta untuk didaftarkan merupakan hasil karya atau reproduksi merek orang lain. Agar suat merek dapat disebut hasil karya atau reproduksi dari merek orang lain sehingga dapat dikualifikasi mengandung persamaan secara keseluruhan harus memenuhi syarat-syarat;
1. Terdapat persamaan elemen merek secara keseluruhan.
Bahwa dalam merek produk barang maupun jasa yang sejenis maupun tidak sejenis terdapat kesamaan dalam unsur-unsur atau elemen-elemen yang terdapat dalam merek secara keseluruhan baik dari bentuk, bunyi, penempatan, atau tata letak huruf, angka, dan gabungan dari semua elemen-elemen tersebut.
2. Persamaan jenis atau produksi dan kelas barang atau jasa.
Bahwa-barang yang diproduksi memiliki kesamaan jenis dan cara memproduksi. Contohnya; jenis kesamaan merek jenis produk minuman dan kesamaan merek jenis produk makanan.
3. Persamaan wilayah dan segmen perusahaan.
Bahwa merek barang atau jasa yang dihasilkan memiliki persamaan dalam wilayah atau letak geografis yang sama dan segemen merek barang yang dihasilkan ditujukan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah atau menengah ke atas. Contohnya ; Kopi Toraja yang berasal dari daerah Toraja, batik Pekalongan dari Pekalongan dan lain lain.
4. Persamaan cara dan perilaku pemakaian.
Bahwa adanya kesamaan cara dalam memproduksi merek barang mau pun jasa.
5. Persamaan cara pemeliharaan.
Adanya kesamaan dalam menjaga kualitas dan kuantitas sebuah merek produk barang atau jasa.
6. Persamaan jalur pemasaran.
Bahwa dalam memasarkan merek barang atau jasa terdapat kesamaan antara unsur-unsur dari suatu merek. Syarat-syarat tersebut diatas bersifat kumulatif sehingga untuk menentukan adanya persamaan harus semuanya terpenuhi. Standar penentuan berdasarkan ajaran ini dianggap terlalu kaku dan tidak dapat melindungi kepentinagan pemilik merek khususnya untuk merek terkenal.
B. Persamaan pada pokoknya
Penjelasan Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek menyebutkan bahwa persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dengan merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik dalam bentuk lukisan atau tulisan. Cara penempatan yaitu unsur-unsur yang diatur sedemikian rupa sehingga timbul kesan sama dengan merek orang lain, baik arti mau pun kombinasi antara unsur-unsur atau pun persamaan bunyi dalam ucapan yang terdapat dalam merek tersebut. Permasalahan yang timbul dalam pemeriksaan merek adalah bagaimana menerapkan ketentuan mengenai barang dan jasa sejenis atau tidak sejenis dilihat dari ketentuan yang terdapat dalam pasal 6 ayat 1 huruf (a). Untuk menentukan ada tidaknya suatu persamaan pada merek selain ditentukan oleh mereknya sendiri juga ditentukan oleh jenis barang dan jasanyanya. Suatu barang belum tentu dapat dikatakan sejenis dengan barang tertentu lainnya meskipun berada dalam satu kelas yang sama, demikian sebaliknya suatu barang bisa dikatakan sejenis dengan barang lainnya walaupun berada pada kelas yang berbeda, karena keterkaitan yang sangat erat antara kedua barang tersebut. Sejauh ini batasan mengenai merek terkenal hanya berdasarkan kriteria penggolongan sebagai berikut;
1) Reputasi merek tersebut tidak harus terbatas pada produk tertentu atau jenis produk memiliki kualitas stabil dari waktu ke waktu, dapat dipertahankan di berbagai negara serta memiliki pendaftaran di beberapa negara.
2) Perlindungan diberikan dalam hubungan pemakaian secara umum dan tidak hanya berhubungan dengan jenis barang-barang dimana merek tersebut didaftarkan.
3) Faktor pengetahuan masyarakat mengenai merek tersebut dibidang usaha yang bersangkutan yang dapat diketahui dari adanya promosi yang dilakukan dengan gencar dan besar-besaran, adanya investasi di beberapa negara yang dilakukan oleh pemiliknya, disertai dengan adanya bukti pendaftaran merek tersebut di beberapa negara.
Persamaan merek dan jenis barang serta kriteria merek terkenal sering menimbulkan masalah dalam pemeriksaan merek. Selain karenatidak adanya ketentuan yang memberikan pedoman yang pasti pada pemeriksaan merek juga karena sifatnya sangat subyektif sehingga untuk menentukan arti yang sebenarnya dari persamaan pada pokoknya dari suatu merek barang atau jasa bergantung pada penafsiran dan penilaian yang berbeda dari masing-masing individu. Keadaan ini menyebabkan munculnya putusan-putusan yang kurang konsisten mengenai kasus-kasus yang serupa.
Persamaan merek disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yaitu;
a) Mengangkat nilai jual suatu barang dengan meniru produk lain yang sejenis yang lebih terkenal dan laku produknya untuk mendapatkan keuntungan yang besar.
b) Lemahnya aturan mengenai merek dalam hal ini Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek khususnya penafsiran terhadap pasal 6 ayat 1 sehingga memberikan kesempatan kepada setiap orang atau badan usaha untuk meniru produk lain yang sejenis.
c) Lemahnya kesadaran untuk mendaftarkan merek hasil karya atau produksi
d) Lemahnya kesadaran hukum masyarakat untuk menghargai merek hasil karya orang lain.
Sumber
http://ilmuhukumuin-suka.blogspot.co.id/2013/05/pengertian-hukum-perdata.html
http://artikelilmiahlengkap.blogspot.co.id/2012/12/pengertian-hukum-dagang.html